Kata Misteri Cinta Kerajaan Laut Selatan Joko Tarub Dan Dewi Nawang Wulan

Advertisement
Advertisement
Kata Misteri Cinta Kerajaan Laut Selatan Joko Tarub Dan Dewi Nawang Wulan - Kata misteri cinta sebagai kata yang memberikan ungkapan cerita legenda unik yang pernah terjadi di masa silam tapi tidak masuk dalam daftaran sejarah, hanya di dapat dari cerita rakyat secara turun temurun kepada generasi ke generasi berikutnya, bisa di ungkap menjadi dongeng bagi anak-anak di sekolah, atau percakapan iseng bagi yang menggemari cerita masa lalu.dunia mistis

Kata misteri cinta yang kami susun disini dapat menjadi pelajaran bagi kehidupan kita, karena kita hidup berdasarkan jujur untuk bisa saling percaya, Jujur disaat memulai mengenal percintaan untuk mendapatkan pasangan hidup, atau jujur yang sudah resmi menikah menjadi sepasang suami istri sehingga rumah tangga bisa berjalan dengan baik bertahan sampai selama-lamanya seumur hidup atau lebih bagus di katakan sehidup semati.

Nah anda menyimak kata misteri cinta tentu anda tidak akan sembarang berbuat sesuatu yang nanti di kemudian hari anda tidak menyesal, kata misteri cinta hikmah bagi anda untuk membuat pasangan anda percaya dan mau sama anda, tidak ada sesuatu yang di rahasiahkan semua terbuka dengan netral, Anda orang kaya ungkapkan orang kaya, anda orang miskin, ungkapkanlah orang miskin, anda seorang janda atau duda,atau sudah beristri,ungkapan kejujuran anda akan sangat indah didengar oleh pasangan anda.

Kata Misteri Cinta Kerajaan Laut Selatan Dewi Nawang Wulan

Susunan yang kami rangkai di blog ini kata misteri cinta kami susun dengan gaya cerita pendek, agar bagi anda bisa menjadi hiburan sebagai pengobat rasa suntuk saat anda lelah capek bekerja, atau mau tiduran terbiasa anda ngutak ngatik handphone bermain facebook, bbm, atau twitter sesama teman anda kata misteri cinta menjadi hiburan sebagai solusi terbaik untuk anda.

Pada jaman dulu hiduplah seorang pemuda bernama Joko Tarub di sebuah desa di daerah Jawa Tengah. Ia tinggal bersama ibunya yang biasa dipanggil Mbok Milah. Ayahnya sudah lama meninggal. Pekerjaan sehari-harinya Mbok Milah adalah bertani betanam padi di sawah.

Pada suatu malam, ditengah tidurnya yang lelap, Joko Tarub bermimpi mendapat istri seorang bidadari nan cantik jelita dari kayangan. Begitu terbangun dan menyadari bahwa itu semua hanya mimpi, Joko Tarub tersenyum sendiri. Walaupun demikian, mimpi indah barusan masih terbayang dalam ingatannya. Joko Tarub tidak dapat tidur lagi. Ia keluar dan duduk di ambengan depan rumahnya sambil menatap bintang bintang di langit. Tak terasa ayam jantan berkokok tanda hari sudah pagi.

Mbok Milah yang baru terjaga menyadari kalau Joko Tarub tidak ada di rumah. Begitu ia melihat keluar jendela, dilihatnya anak semata wayangnya sedang melamun. “Apa yang dilamunkan anakku itu”, pikir Mbok Milah. Ia menebak mungkin Joko Tarub sedang memikirkan untuk segera berumah tangga. Usianya sudah lebih dari cukup. Teman teman sebayanyapun rata rata telah menikah. Pikirannya itu membuat Mbok Milah berniat untuk membantu Joko Tarub menemukan istri.

Siang hari ketika Mbok Milah sedang berada di sawah, tiba tiba datang Pak Ranu pemilik sawah sebelah menghampirinya. “Mbok Milah, mengapa anakmu sampai saat ini belum menikah juga ?”, tanya Pak Ranu membuka percakapan. “Entahlah”, kata Mbok Milah sambil mengingat kejadian tadi pagi. “Ada apa kau menanyakan itu Pak Ranu ?”, tanya Mbok Milah. Ia sedikit heran kenapa Pak Ranu tertarik dengan kehidupan pribadi anaknya. “Tidak apa apa Mbok Milah. Aku bermaksud menjodohkan anakmu dengan anakku Laraswati”, jawab Pak Ranu.

Mbok Milah terkejut mendengar niat Pak Ranu yang baru saja diutarakan. Ia sangat senang. Laraswati adalah seorang gadis perparas cantik yang tutur katanya lemah lembut. Ia yakin kalau Joko Tarub mau menjadikan Laraswati sebagai istrinya. Walaupun demikian Mbok Milah tidak ingin mendahului anaknya untuk mengambil keputusan. Biar bagaimanapun ia menyadari kalau Joko Tarub sudah dewasa dan mempunyai keinginan sendiri. “Aku setuju Pak Ranu. Tapi sebaiknya kita bertanya dulu pada anak kita masing masing”, kata Mbok Milah bijak. Pak Ranu mengangguk angguk. Ia pikir apa yang dikatakan Mbok Milah benar adanya.

Hari berganti hari. Mbok Milah belum juga menemukan waktu yang tepat untuk membicarakan rencana perjodohan Joko Tarub dan Laraswati. Ia takut Jaka Tarub tersinggung. Mungkin juga Joko Tarub telah memiliki calon istri yang belum dikenalkan padanya. Lama kelamaan Mbok Milah lupa akan niatnya semula.

Joko Tarub adalah seorang pemuda yang sangat senang berburu. Ia juga seorang pemburu yang handal. Keahliannya itu diperolehnya dari mendiang ayahnya. Joko Tarub seringkali diajak berburu oleh ayahnya sedari kecil. Pagi itu JokoTarub telah siap berburu ke hutan. Busur, panah, pisau dan pedang telah disiapkannya. Iapun pamit pada ibunya.

Mbok Milah terlihat biasa biasa saja melepaskan kepergian Joko Tarub. Ia berharap anaknya itu akan membawa pulang seekor menjangan besar yang bisa mereka makan beberapa hari ke depan. Tak lama kemudian Mbok Milah masuk ke kamarnya. Ia bermaksud beristrihat sejenak sebelum berangkat ke sawah. Maklumlah, Mbok Milah sudah tua.

Tak memakan waktu lama di tengah hutan, Joko Tarub berhasil memanah seekor menjangan. Hatinya senang. Segera saja ia memanggul menjangan itu dan bermaksud segera pulang. Nasib sial rupanya datang menghampiri. Tengah asyik berjalan, tiba tiba muncul seekor macan tutul di hadapan Joko Tarub. Macan itu mengambil ancang ancang untuk menyerang. Joko Tarub panik. Ia segera melepaskan menjangan yang dipanggulnya dan mencabut pedang dari pinggangnya. Sang macan bergerak sangat cepat. Ia segera menggigit menjangan itu dan membawanya pergi.

Joko Tarub terduduk lemas. Bukan hanya kaget atas peristiwa yang baru dialaminya, iapun merasa heran. Baru kali ini nasibnya sesial ini. Hewan buruan sudah ditangan malah dimangsa binatang buas. “Pertanda apa ini ?”, pikirnya. Jaka Tarub segera menepis pikiran buruk yang melintas di benaknya. Setelah beristirahat sejenak, ia segera berjalan lagi.

Nasib sial belum mau meninggalkan Joko Tarub. Setelah berjalan dan menunggu beberapa kali, tak seekor hewan buruanpun yang melintas. Matahari makin meninggi. Joko Tarub merasa lapar. Tak ada bekal yang dibawanya karena ia memang yakin tak akan selama ini berada di hutan. Akhirnya Joko Tarub memutuskan untuk pulang walau dengan tangan hampa.

Ketika Joko Tarub mulai memasuki desanya, ia heran melihat banyak orang yang berjalan tergesa gesa menuju ke arah yang sama. Bahkan ada beberapa orang yang berpapasan dengannya terlihat terkejut. Walaupun merasa heran Joko Tarub enggan untuk bertanya. Rasa lapar yang menderanya membuat Joko Tarub ingin cepat cepat sampai di rumah.

Joko Tarub tertegun memandang rumahnya yang sudah nampak dari kejauhan. Banyak orang berkerumun di depan rumahnya. Bahkan orang orang yang tadi dilihatnya berjalan tergesa gesa ternyata menuju ke rumahnya juga. “Ada apa ya ?”, pikirnya. Joko Tarub mulai tidak enak hati. Ia segera berlari menuju rumahnya.

“Ada apa ini ?”, tanya Joko Tarub setengah berteriak. Orang orang terkejut dan menoleh kearahnya. Pak Ranu yang memang menunggu kedatangan Joko Tarub sedari tadi langsung menghampiri dan menepuk nepuk bahu Joko Tarub. “Sabar nak..”, katanya sambil membimbing Joko Tarub memasuki rumah.

Mata Joko Tarub langsung tertuju pada sesosok tubuh yang terbujur kaku diatas dipan di ruang tengah. Beberapa detik kemudian Joko Tarub menyadari kalau ibunya telah meninggal. Joko Tarub tak sanggup menahan air mata. Inilah bukti atas firasat buruk yang kurasakan sejak pagi, pikirnya.

Joko Tarub tak sanggup berbuat apa apa. Ia hanya termenung memandang wajah Mbok Milah. Cerita Pak Ranu bahwa istrinya yang menemukan Mbok Milah telah meninggal dunia dalam tidurnya tadi pagi tak dihiraukannya. Ia merenungi nasibnya yang kini sebatang kara. Joko Tarub juga menyesal belum memenuhi keinginan ibunya melihat ia berumah tangga dan menimang cucu. Tapi semua tinggal kenangan. Kini ibunya telah meninggal dunia.

Sepeninggal ibunya, Joko Tarub mengisi hari harinya dengan berburu. Hampir setiap hari ia berburu ke hutan. Hasil buruannya selalu ia bagi bagikan ke tetangga. Hanya dengan berburu, Jaka Tarub bisa melupakan kesedihannya.

Seperti pagi itu, Joko Tarub telah bersiap siap untuk berangkat berburu. Dengan santai ia berjalan menuju Hutan Wanawasa karena hari masih pagi. Ketika sampai di hutanpun Jaka tarub hanya menunggu hewan buruan lewat di depannya. Tak terasa hari sudah siang. Tak satupun hewan buruan yang didapat Joko Tarub. Ia justru lebih banyak melamun.

Karena rasa haus yang baru dirasakannya, Joko Tarub melangkahkan kakinya ke arah danau. Danau yang terletak di tengah Hutan Wanawasa itu dikenal masyarakat sebagai Danau Toyawening. Ketika hampir sampai di danau itu, Joko Tarub menghentikan langkah kakinya. Telinganya menangkap suara gadis gadis yang sedang bersenda gurau. “Mungkin ini hanya hayalanku saja”, pikirnya heran.”Mana mungkin ada gadis gadis bermain main di tengah hutan belantara begini ?”.

Dengan mengendap endap Joko Tarub melangkahkan kakinya lagi menuju Danau Toyawening. Suara tawa gadis gadis itu makin jelas terdengar. Joko Tarub mengintip dari balik pohon besar kearah danau. Alangkah terkejutnya Joko Tarub menyaksikan tujuh orang gadis cantik sedang mandi di Danau Toyawening. Jantungnya berdegub makin kencang.

Jaka Tarub memperhatikan satu satu gadis di danau itu. Semuanya berparas sangat cantik. Dari percakapan mereka, Joko Tarub tahu kalau tujuh orang gadis itu adalah bidadari yang turun dari kayangan. “Apakah ini arti mimpiku waktu itu ?”, pikirnya senang.

Mata Joko Tarub melihat tumpukan pakaian bidadari di atas sebuah batu besar di pinggir danau. Semua pakaian itu memiliki warna yang berbeda. “Jika aku mengambil salah satu pakaian bidadari ini, tentu yang punya tidak akan dapat kembali ke kayangan”, gumam Joko Tarub. Wajahnya dihiasi senyum manakala membayangkan sang bidadari yang bajunya ia curi akan bersedia menjadi istrinya.

Dengan hati hati Joko Tarub berjalan menghampiri tumpukan baju itu. Ia berjalan sangat perlahan. Jika para bidadari itu menyadari kehadirannya, tentu semua rencananya akan buyar. Joko Tarub memilih baju berwarna merah. Setelah berhasil, Jaka Tarub buru buru menyelinap ke balik semak semak.

Tiba tiba seorang dari bidadari itu berkata “, Ayo kita pulang sekarang. Hari sudah sore”. “Ya benar. Sebaiknya kita pulang sekarang sebelum matahari terbenam”, tambah yang lain. Para bidadari itu keluar dari danau dan mengenakan pakaian mereka masing masing.

“Dimana bajuku ?”, teriak salah seorang bidadari. “Siapa yang mengambil bajuku ?”, tanyanya dengan suara bergetar menahan tangis. “Dimana kau taruh bajumu Nawangwulan ?”, tanya seorang bidadari kepadanya. “Disini. Sama dengan baju kalian..”, Nawangwulan menjawab sambil menangis. Ia terlihat sangat panik. Tanpa bajunya, mana mungkin ia bisa pulang ke Kayangan. Apalagi selendang yang dipakainya untuk terbang ikut raib juga.

Karena Nawangwulan tidak menemukan bajunya, ia segera masuk kembali ke Danau Toyawening. Teman temannya yang lain membantu mencari baju Nawangwulan. Usaha mereka sia sia karena baju Nawangwulan sudah dibawa pulang Joko Tarub ke rumahnya.

Akhirnya seorang bidadari berkata “Nawangwulan, maafkan kami. Kami harus segera pulang ke kayangan dan meninggalkanmu disini. Hari sudah menjelang sore”. Nawangwulan tidak dapat berbuat apa apa. Ia hanya bisa mengangguk dan melambaikan tangan kepada keenam temannya yang terbang perlahan meninggalkan Danau Toyawening. “Mungkin memang nasibku untuk menjadi penghuni bumi”, pikir Nawangwulan sambil mencucurkan air mata.

Nawangwulan kelihatan putus asa. Tiba tiba tanpa sadar ia berucap “Barangsiapa yang bisa memberiku pakaian akan kujadikan saudara bila ia perempuan, tapi bila ia laki laki akan kujadikan suamiku”. Joko Tarub yang sedari tadi memperhatikan gerak gerik Nawangwulan dari balik pohon tersenyum senang. “Akhirnya mimpiku menjadi kenyataan”, pikirnya.

Joko Tarub keluar dari persembunyiannya dan berjalan kearah danau. Ia membawa baju mendiang ibunya yang diambilnya ketika pulang tadi. Joko Tarub segera meletakkan baju yang dibawanya diatas sebuah batu besar seraya berkata “Aku Joko Tarub. Aku membawakan pakaian yang kau butuhkan. Ambillah dan pakailah segera. Hari sudah hampir malam”.

Joko Tarub meninggalkan Nawangwulan dan menunggu di balik pohon besar tempatnya bersembunyi. Tak lama kemudian Nawangwulan datang menemuinya. “Aku Nawangwulan. Aku bidadari dari kayangan yang tidak bisa kembali kesana karena bajuku hilang”, kata Nawangwulan memperkenalkan diri. Ia memenuhi kata kata yang diucapkannya tadi. Tanpa ragu Nawangwulan bersedia menerima Joko Tarub sebagai suaminya.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tak terasa rumah tangga Joko Tarub dan Nawangwulan telah dikaruniai seorang putri yang diberi nama Nawangsih. Tak seorangpun penduduk desa yang mencurigai siapa sebenarnya Nawangwulan. Joko Tarub mengakui istrinya itu sebagai gadis yang berasal dari sebuah desa yang jauh dari kampungnya.

Sejak menikah dengan Nawangwulan, Joko Tarub merasa sangat bahagia. Namun ada satu hal yang mengganggu pikirannya selama ini. Joko Tarub merasa heran mengapa padi di lumbung mereka kelihatannya tidak berkurang walau dimasak setiap hari. Lama lama tumpukan padi itu semakin meninggi. Panen yang diperoleh secara teratur membuat lumbung mereka hampir tak muat lagi menampungnya.

Pada suatu pagi, Nawangwulan hendak mencuci ke sungai. Ia menitipkan Nawangsih pada Joko Tarub. Nawangwulan juga mengingatkan suaminya itu untuk tidak membuka tutup kukusan nasi yang sedang dimasaknya.

Ketika sedang asyik bermain dengan Nawangsih yang saat itu berumur satu tahun, Joko Tarub teringat akan nasi yang sedang dimasak istrinya. Karena terasa sudah lama, Joko Tarub hendak melihat apakah nasi itu sudah matang. Tanpa sadar Joko Tarub membuka kukusan nasi itu. Ia lupa akan pesan Nawangwulan.

Betapa terkejutnya Joko Tarub demi melihat isi kukusan itu. Nawangwulan hanya memasak setangkai padi. Ia langsung teringat akan persediaan padi mereka yang semakin lama semakin banyak. Terjawab sudah pertanyaannya selama ini.

Nawangwulan yang rupanya telah sampai di rumah menatap marah kepada suaminya di pintu dapur. “Kenapa kau melanggar pesanku Mas ?”, tanyanya berang. Joko Tarub tidak bisa menjawab. Ia hanya terdiam. “Hilanglah sudah kesaktianku untuk merubah setangkai padi menjadi sebakul nasi”, lanjut Nawangwulan. “Mulai sekarang aku harus menumbuk padi untuk kita masak. Karena itu Mas harus menyediakan lesung untukku”.

Joko Tarub menyesali perbuatannya. Tapi apa mau dikata, semua sudah terlambat. Mulai hari itu Nawangwulan selalu menumbuk padi untuk dimasak. Mulailah terlihat persediaan padi mereka semakin lama semakin menipis. Bahkan sekarang padi itu sudah tinggal tersisa di dasar lumbung.

Seperti biasa pagi itu Nawangwulan ke lumbung yang terletak di halaman belakang untuk mengambil padi. Ketika sedang menarik batang batang padi yang tersisa sedikit itu, Nawangwulan merasa tangannya memegang sesuatu yang lembut. Karena penasaran, Nawangwulan terus menarik benda itu. Wajah Nawangwulan seketika pucat pasi menatap benda yang baru saja berhasil diraihnya. Baju bidadari dan selendangnya yang berwarna merah.. !!

Bermacam perasaan berkecamuk di hatinya. Nawangwulan merasa dirinya ditipu oleh Jaka Tarub yang sekarang telah menjadi suaminya. Ia sama sekali tidak menyangka ternyata orang yang tega mencuri bajunya adalah Joko Tarub. Segera saja keinginan yang tidak pernah hilang dari hatinya menjadi begitu kuat. Nawangwulan ingin pulang ke asalnya, kayangan.

Sore hari ketika Joko Tarub kembali ke rumahnya, ia tidak mendapati Nawangwulan dan anak mereka Nawangsih. Joko Tarub mencari sambil berteriak memanggil Nawangwulan, yang dicari tak jua menjawab. Saat itu matahari sudah mulai tenggelam. Tiba tiba Joko Tarub yang sedang berdiri di halaman rumah melihat sesuatu melayang menuju ke arahnya. Dia mengamatinya sesaat.

Joko Tarub terpana. Beberapa saat kemudian ia mengenali ternyata yang dilihatnya adalah Nawangwulan yang menggendong Nawangsih. Nawangwulan terlihat sangat cantik dengan baju bidadari lengkap dengan selendangnya. Joko Tarub merasa dirinya gemetar. Ia sama sekali tidak menyangka kalau Nawangwulan berhasil menemukan kembali baju bidadarinya. Hal ini berarti rahasianya telah terbongkar.

“Kenapa kau tega melakukan ini padaku Joko Tarub?”, tanya Nawangwulan dengan nada sedih. “Maafkan aku Nawangwulan”, hanya itu kata kata yang sanggup diucapkan Joko Tarub. Ia terlihat sangat menyesal. Nawangwulan dapat merasakan betapa Joko Tarub tidak berdaya di hadapannya.

“Sekarang kau harus menanggung akibat perbuatanmu Joko Tarub”, kata Nawangwulan. “Aku akan kembali ke kayangan karena sesungguhnya aku ini seorang bidadari. Tempatku bukan disini”, lanjutnya. Joko Tarub tidak menjawab. Ia pasrah akan keputusan Nawangwulan.

“Kau harus mengasuh Nawangsih sendiri. Mulai saat ini kita bukan suami istri lagi”, kata Nawangwulan tegas. Ia menyerahkan Nawangsih ke pelukan Joko Tarub. Anak kecil itu masih tertidur lelap. Ia tidak sadar bahwa sebentar lagi ibunya akan meninggalkan dirinya.

“Betapapun salahmu padaku Joko Tarub, Nawangsih tetaplah anakku. Jika ia ingin bertemu denganku suatu saat nanti, bakarlah batang padi, maka aku akan turun menemuinya”, tutur Nawangwulan sambil menatap wajah Nawangsih. “Hanya satu syaratnya, kau tidak boleh bersama Nawangsih ketika aku menemuinya. Biarkan ia seorang diri di dekat batang padi yang dibakar”, lanjut Nawangwulan.

Jaka Tarub menahan kesedihannya dengan sangat. Ia ingin terlihat tegar. Setelah Joko Tarub menyatakan kesanggupannya untuk tidak bertemu lagi dengan Nawangwulan, sang bidadaripun terbang meninggalkan dirinya dan Nawangsih. Joko Tarub hanya sanggup menatap kepergian Nawangwulan sambil mendekap Nawangsih. Sungguh kesalahannya tidak termaafkan. Tiada hal lain yang dapat dilakukannya saat ini selain merawat Nawangsih dengan baik seperti pesan Nawangwulan

Itulah cerita yang kami susun diatas, Oke kami sajikan juga bacaan sholat 5 waktu di artikel berikutnya terimaksaih semoga menjadi insfirasi terbaik buat anda untuk hidup jujur di depan pasangan anda tidak ada kebohongan yang menjadi rahasiah jati diri anda.

Advertisement